BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Semua ulama dalam Islam sepakat akan pentingnya peranan Hadits
dalam berbagai disiplin Ilmu dan
menjadi rujukan kedua
setelah Al-Qur’an. Untuk
memahami Hadits dengan baik
kita perlu mengetahui Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Hadits agar
kita dapat memahami sejauh mana pertumbuhan dan perkembangannya dari masa
ke masa. Diantara ulama tidak seragam dalam menyusun
periodesasi pertumbuhandan perkembangan hadits. Ada yang membaginya pada
tiga periode saja, yaitumasa rasulullah SAW Sahabat dan Tabi’in, masa
pentadwinan dan masa setelah tadwin.[1]
Sedangkan menurut Prof. Dr. T. M Hasbi ash Shiddieqy,
dalam bukunya Sejarah dan Pengantar Ilmu hadits, bahwa apabila kita
pelajari dengan seksama suasana dan keadaan yang telah dilalui hadist sejak
dari zaman tumbuhnya hingga dewasa ini, dapatlah kita menarik sebuah garis,
bahwa hadits Rasul sebagai dasar Tasyri’ yang kedua telah melalui enam
masa dan sekarang sedang menempuh periode ketujuh [2]
Sejarah dan Periodisasi penghimpunan Hadis mengalami masa yang
lebih panjang dibandingkan dengan dialami oleh Al-Quran, yang hanya memerlukan
waktu relatife pendek, yaitu sekitar 15 tahun saja. Penghimpunan dan
pengkodifikasian Hadis memerlukan waktu sekitar tiga abad.Yang dimaksud dengan
Periodisasi penghimpunan Hadis disini adalah fase-fase yang telah ditempuh dan
dialami dalam sejarah pembinaan dan perkembangan Hadis, sejak Rasulullah SAW
masih hidup sampai terwujudnya kitab-kitab yang dapat disaksikan dewasa ini.
Para Ulama dan ahli Hadis, secara bervariasi membagi
periodisasi penghimpunan dan pengkodifikasian Hadis tersebut berdasarkan
perbedaan pengelompokan data sejarah yang mereka miliki serta tujuan yang
hendak mereka capai. Penyusunan kitab Hadis atau penulisan Hadis di dalam
sebuah kitab belum terjadi pada masa Rasul SAW dan demikian juga belum ada pada
masa Sahabat. Pada masa Rasul SAW memang ada riwayat yang berasal dari Rasul
SAW yang membolehkan untuk menuliskan Hadis, namun penulisan Hadis pada masa
Rasul masih dilakukan oleh orang perorang yang sifatnya pribadi dan tertentu
pada orang-orang yang membutuhkan menuliskannya atau diizinkan oleh Rasul untuk
menuliskannya.
Penulisan Hadis pada masa Rasul SA W dan demikian
juga pada masa Sahabat belumlah bersifat resmi. Para Sahabat di masa
pemerintahan Khulafa' al-Rasyidin, pada umumnya, menahan diri dari melakukan
penulisan Hadis. Hal tersebut di antaranya karena adanya larangan Rasul SAW
dari menuliskan Hadis-hadis beliau. Namun demikian, di samping adanya larangan,
di sisi lain Rasul SAW juga memberi peluang kepada para Sahabat untuk
menuliskan Hadis-hadis beliau. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya
kontroversi dalam hal penulisan Hadis antara adanya larangan dan kebolehan
dalam menuliskan Hadis.
Apabila kita
menggunakan kata sejarah, kita secara naluri berfikir masa lampau, ini adalah
sebuah kekeliruan. Sebab sejarah sebenarnya adalah sebuah jembatan yang
menghubungkan masa lampau dan masa kini dan sekaligus menunjukan arah masa
depan.
Hadist adalah Segala
ucapan perbuatan dan perilaku Rasulullah SAW [3] yang merupakan salah satu pedoman hidup umat islam
dimana kedudukan hadits disini adalah sebagai sumber hukum islam yang ke-2
setelah al-Quran. Didalam ilmu hadits pun terdapat pula sejarah dan
perkembangan hadits pada masa prakodifikasi. Mudah-mudahan dengan mengetahui
sejarah prakodifikasi hadits kita menjadi bijak dan arif dalam menghadapi zaman
yang serba instan dan bisa membawa misi islam Rahmatan lil’alamin.
Dari beberapa
masa perkembangan hadis yang dikemukakan banyak ulama tersebut penulis akan
mencoba membahas pada satu masa saja yaitu pada perkembangan hadis pada masa
Rasulullah SAW saja, semoga tulisan ini dapat memberikan pengetahuan yang
mendalam tentang bagaimana keradaan hadis pada masa Rasulullah SAW.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
HADIS PADA MASA RASULULLAH SAW
Nabi Muhammad SAW menjadi
pusat perhatian parasahabat Apa pun yang didatangkan
oleh Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan, perbuatan
maupun ketetapan merupakan referensi yang dibuat pedoman dalam
kehidupan para sahabat.[4]
Setiap sahabat mempunyai kedudukan
tersendiri dihadapan rasulullah. Adakalanya yang disebut dengan
“al-sabiqun al-awwalun” yakni para sahabat yang pertama-tama masuk Islam,
seperti Khulafaurrasyidin dan Abdullah Ibnu Mas’ud. Ada juga sahabat
yang sungguh-sungguh menghafal hadis rasul, misalnya
Abu Hurairah. Dan ada juga sahabat yang usianya lebih panjang darisahabat lain,
sehingga mereka lebih banyak menghafalkan Hadits, seperi Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas. Demikian juga ada sahabat yang
mempunyai hubungan erat dengan Nabi SAW, seperti Aisyah, Ummu Salamah
dan Khulafaurrasyidin. Semakin erat dan lama bergaul semakin banyak pula Hadits
yang diriwayatkan dan validitasnya tidak diragukan.[5]
Namun demikian sahabat juga adalah
manusia biasa, harus mengurus rumah tangga, bekerja
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka tidak setiap kali lahir sebuah hadis disaksikan langsung oleh seluruh sahabat. Sehingga
sebagian sahabat menerima hadits dari sahabat lain yang mendengar langsungu capan Nabi atau melihat langsung tindakannya. Apalagi sahabat yang
berdomisili didaerah yang jauh dari Madinah seringkali hanya memperoleh
hadits dari sesama sahabat.[6]
Rasul membina umatnya selama 23 tahun. Masa ini
merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwurudkannya hadist.
Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai
pewaris pertama ajaran islam. Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada
zaman Nabi SAW berikut ini penulis akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan:
1.
Cara Rasulullah
menyampaikan hadist
Rasulullah dan para sahabat hidup bersama tanpa
penghalang apapun, mereka selalu berkumpul untuk belajar kepada Nabi Saw. di
masjid, pasar, rumah,dalam perjalanan dan di majelis ta’lim. Ucapan dan
perilaku beliau selalu direkam dan dijadikan uswah (suri
tauladan) bagi para sahabat dalam urusan agama dan dunia.[7]
Selain para sahabat yang tidak berkumpul dalam
majelis Nabi Saw. untuk memperoleh patuah-patuah Rasulullah, karena tempat
tingal mereka berjauhan, ada di kota dan di desa begitu juga profesi mereka
berbeda, sebagai pedagang, buruh dll. Kecuali mereka berkumpul bersama Nabi
Saw. pada saat-saat tertentu seperti hari jumat dan hari raya. Cara rasulullah
menyampaikan tausiahnya kepada sahabat kemudian sahabat menyampaikan tausiah
tersebut kepada sahabat lain yang tidak bisa hadir (ikhadz) [8]
2.
Keadaan para
sahabat dalam menerima dan menguasai hadist
Kebiasaan para sahabat dalam menerima
hadits bertanya langsung kepada Nabi Saw. dalam problematika yang
dihadapi oleh mereka, Seperti masalah hukum syara’ dan teologi. Diriwayatkan
oleh imam Bukhari dalam kitabnya dari ‘Uqbah bin al-Harits tentang masalah
pernikahan satu saudara karena radla’ (sepersusuan).
Tapi perlu diketahui, tidak selamanya para sahabat bertanya langsung. Apa bila
masalah biologis dan rumah tangga, mereka bertanya kepada istri-istri beliau
melalui utusan istri mereka, seperti masalah suami mencium istrinya dalam
keadaan puasa.[9]
Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat
untuk menguasai hadist Nabi Saw., melalui hafalan tidak melalui tulisan, karena
difokuskan untuk mengumpulkan al-Quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis
maka timbul kesamaran dengan al-Quran. [10]
3.
Larangan
menulis hadis dimasa nabi Muhammad SAW
Hadis pada zaman nabi Muhammad saw belum
ditulis secara umum sebagaimana al-Quran. Hal ini disebabkan oleh dua factor ;
1.
para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan
kecerdasan otaknya, disamping alat-alat tulis masih kuarang.
2.
karena adanya larangan menulis hadis nabi.
Abu
sa’id al-khudri berkata bahwa rosululloh saw bersabda:
لا تكتبوا عني
شيٌا الا القران ومن كتب شيُا فليمحه
Janganlah
menulis sesuatu dariku selain al-Qua’an, dan barang siapa yang menulis dariku
hendaklah ia menghapusnya. ( H.R Muslim )
Larangan tersebut disebabkan karena adanya
kekawatiran bercampur aduknya hadis dengan al-Qur’an, atau mereka bisa melalaikan
al-Qua’an, atau larangan khusus bagi orang yang dipercaya hafalannya. Tetapi
bagi orang yang tidak lagi dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau
mereka kawatir akan lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu
diperbolehkan.
4.
Aktifitas menulis
hadist
Bahwasanya sebagian sahabat telah menulis
hadist pada masa Rasulullah, ada yang mendapatkan izin khusus dari Nabi
Saw.,hanya saja kebanyakan dari mereka yang senang dan kompeten menulis
hadist menjelang akhir kehidupan Rasulullah. [11]
Keadaan Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis
(dibukukan) secara resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal
ini dikarenakan ada larangan penulisan hadist dari Nabi Saw. penulis akan
mengutip satu hadist hadist yang lebih shahih dari hadist tentang larangan
menulis. Rasulullah Saw. bersabda:
لاتكتبو اعنّى
شيئا غير القران فمن كتب عنىّ شيئا غير القر ان فليمحه.
”
jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis
dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya”.(HR. Muslim dari
Abu Sa;id Al-Khudry)
Tetapi
disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist yang membolehkan
penulisan hadist, hadist yang diceritakan oleh Abdullah bin Amr, Nabi Saw.
bersabda
اكتب فو الذى
نفسى بيده ما خرج منه الاالحق
”
tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak keluar
dariku kecuali yang hak”.(Sunan al-Darimi)
Dua
hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya
sebagai berikut:
Ø Bahwa larangan
menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist
tidak tercampur dengan al-Quran. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin
semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-Quran, maka hukum larangan
menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya.
Ø Bahwa larangan
menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus
bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan
dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr
bin Ash.
Ø Bahwa larangan
menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada menulis,
sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kuat
hafalannya. [12]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Rasulullah dan
para sahabat hidup bersama tanpa penghalang apapun, mereka selalu berkumpul
untuk belajar kepada Nabi Saw. di masjid, pasar, rumah,dalam perjalanan dan di
majelis ta’lim. Ucapan dan perilaku beliau selalu direkam dan
dijadikan uswah (suri tauladan) bagi para sahabat dalam urusan
agama dan dunia.
Telah kita
ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist Nabi Saw., melalui
hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk mengumpulkan al-Quran
dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka timbul kesamaran dengan al-Quran.
Hadis pada
zaman nabi Muhammad saw belum ditulis secara umum sebagaimana al-Quran. Hal ini
disebabkan oleh dua factor ;
-
para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan
kecerdasan otaknya, disamping alat-alat tulis masih kuarang.
-
karena adanya larangan menulis hadis nabi.
Larangan
tersebut disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur aduknya hadis dengan
al-Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qua’an, atau larangan khusus bagi
orang yang dipercaya hafalannya. Tetapi bagi orang yang tidak lagi
dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau mereka kawatir akan lupa,
maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu diperbolehkan.
Para ulama mengkompromikannya sebagai berikut:
Ø Bahwa larangan
menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist
tidak tercampur dengan al-Quran. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin
semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-Quran, maka hukum larangan
menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya.
Ø Bahwa larangan
menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus
bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan
dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr
bin Ash.
Ø Bahwa larangan menulis
hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada menulis, sedangkan
perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalannya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Qadir
Hasan, 2007. Ilmu Musthalah Hadits, Bandung: Dipenegoro
Hasbi Ash Shiddieqy, 1980. Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadis, Cet 6 : Jakarta, Bulan
Bintang
Mana’
al-Qathan. 1989. Tarikh al-Tasyri’ al-Islami. Kairo: Maktabah
Wahbah.
Muhammad Ajjaj
al-Khatib. 1998. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin. Kairo:
Maktabah wahbah.
Muh.
Zuhri, 2003. Hadits Nabi Telaah
Historis dan Metodelogis, (Cet 11, Yogyakarta: Tiara
wacana Yogya, 2003
Munzier Supartam. 2002. Ilmu Hadits. Cet..3 : Jakarta, PT. Raja grafindo
Persada.
Mushtafa
as-Suba’i. 2003 Assunnah. Kairo: Dar-Assalam.
Prof.Dr.Muhaimin,MA, Dr.Abdul Mujib,M.Ag, Dr.Jusuf Mudzakkir,MSi
2006. Kawasandan wawasan
studi Islam Cet 1 : Jakarta, Kencana.
Subhi
al-Shalih. 1997.Ulum al-hadist wa Mushtalahuhu. Beirut: Dar al-Ilmi
Li al-malayin.
TUGAS
MAKALAH
“HADITS PADA MASA RASULULLLAH SAW”
Dosen
Pengampu :
Prof.
DR. H. M. YUSRAN SALMAN, Lc
Disusun
Oleh :
Nama
MUJAHIDIN
|
NIM
:
120212 1010
|
PASCA
SARJANA IAIN ANTASARI BANJARMASIN
JURUSAN
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
|
TAHUN
2012
|
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb
Puji syukur selalu kita panjatkan
kehadirat Allah SWT, atas segala curahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya
sehingga penulis mampu menyelasaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing
kepada penulis untuk menghadirkan sebuah makalah dengan judul “HADIS PADA MASA
RASULULLAH SAW.
Shalawat dan salam tak lupa kita
haturkan keharibaan junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat-sahabat dan para pengikut beliau sampai akhir zaman.
Makalah yang penulis sajikan sedapat
mungkin penulis hadirkan dalam bentuk yang mudah dimengerti. Namun demikian,
penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan penyampaian materi di
dalam makalah penulis. Karenanya penulis menerima kritik dan saran dari
berbagai pihak terutama dari bapak Prof. DR. H. M. YUSRAN SALMAN, Lc. selaku
dosen pembimbing mata kuliah ULUMUL HADITS demi kesempurnaan isi dari makalah
penulis dan menjadi pelajaran dikemudian hari.
Banjarmasin, September 2012
Penulis
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................... ………........................................... ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1
BAB II
PEMBAHASAN HADIST PADA MASA
RASULULLAH
SAW ………………………………… 4
1. Cara
Rasulullah menyampaikan hadist ………………….. 4
2. Keadaan
para sahabat dalam menerima dan menguasai hadist ……………………………………………………… 6
3. Larangan
menulis hadis dimasa nabi Muhammad SAW …. 6
4.
Aktifitas menulis hadist …………………………………. 7
BAB
III PENUTUP ........................................................................ 9
Kesimpulan …………………………………………………. 9
DAFTAR
PUSTKA ................................................................................................. 11
|
|||
|
[1] Munzier
Supartam Ilmu Hadits,(Cet..3 : Jakarta, PT. Raja grafindo Persada, 2002) h.702M.
Hasbi Ash Shiddieqy,
[2] Hasbi
Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Cet 6 : Jakarta, Bulan Bintang, 1980) h.
46
[3] A. Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadits,
Bandung: Dipenegoro, 2007. hlm. 17.
[4] Prof.Dr.Muhaimin,MA, Dr.Abdul Mujib,M.Ag, Dr.Jusuf Mudzakkir,M.Si, Kawasandan wawasan studi Islam (Cet 1 : Jakarta, Kencana, 2005) h. 147
[6]
Muh.Zuhri, Hadits Nabi Telaah Historis dan
Metodelogis, (Cet 11, Yogyakarta: Tiara wacana Yogya, 2003) h. 29
[7] Mushtafa al-Suba’i. Assunnah.
Kairo: Dar-Assalam. 2003. Hlm. 66.
[8] Ibid.
[10]
Mana’ al-Qathan. Tarikh al-Tasyri’
al-Islami. Kairo: Maktabah Wahbah. 1989. hlm. 106
[12]
Muhammad Ajjaj al-Khatib. Al-Sunnah
Qabla al-Tadwin. Kairo: Maktabah wahbah. 1998.hlm. 303-309.
Manakah hadits yang asli, AlQuran ataukah ucapan para sahabat yang ditulis setelah 200 tahun Rasulullah tiada, sedangkan berdasrkan AlQuran surat An Najm ayat 3 & 4 bahwa semua ucapan Rasul adalah wahyu Allah, apakah para perawi hadits yang mengucapkan hadits tersebut juga wahyu Allah, mohon bagi yang memahami hadits dapat menjelskannya.
BalasHapus