Jumat, 26 April 2013

Sejarah Hidup Rasululah SAW

BAB I PENDAHULUAN Gurun tandus yang di kelilingi gurun pasir dan gunung-gunung, yang mana pada masa itu kehidupan manusia sangat lah buruk, sehingga disebutlah pada masa itu dengan zaman jahiliyah atau zaman kebodohan manusia, dilahirkanlah seorang manusia pilihan, yang merupakan pembawa cahaya iman, sebagai panutan akhlak yang mulia bagi umat manusia dan jin sampai akhir kehidupan di dunia ini. Bahkan nama seorang hamba yang mulia ini sudah diramalkan dalam kitab-kitab suci agama terdahulu, seperti dalam kitab agama Buddha. Sang Buddha berkata : “Wahai para pendeta, ketika manusia berusia 80.000 tahun, akan hadir di atas muka bumi seorang Buddha bernama Metteyya (yang pengasih), manusia suci (Arahat), yang tercerahkan serta penuh keagungan, dirahmati kebijaksanaan tindakannya, kesuksesan, pengatahuan atas jagat, pengendara kereta kuda tiada tanding yang ramah; penguasa malaikat dan manusia; Buddha yang diberkati, meskipun aku telah lahir di muka bumi ini, seorang Buddha dengan kualitas yang sama akan diturunkan. Apa yang dia pahami dari langit akan dia kabarkan pada dunia bersama para malaikat, sahabat, dan malaikat utama lainnya, dan orang-orang bijak serta brahmana, pangeran, dan rakyat biasa; seperti halnya aku sekarang yang mengatakan hal yang sama kepada pihak yang sama. Dia akan mengkhotbahkan agamanya, mulia asalnya, agung pada puncak kejayaannya, dan agung pula tujuannya, baik dalam jiwa maupun ucapan. Dia akan mengumandangkan kehidupan beragama yang utuh sempurna lagi menyeluruh, seperti aku sekarang menyebarkan agamaku dan kehidupan sama. Dia akan memimpin ribuan masyarakat, sedangkan aku hanya memimpin beberapa ratus pendeta. Sungguh begitu agung dan mulia, nama-namanya telah terukir indah di sorga sana dan di hati-hati orang-orang yang beriman, namanya terus di puji-puji sebagai tanda kecintaan kepada insan pilihan, bahkan air mata terus mengalir di mata-mata para perindu sang nabi yang mulia hingga akhir zaman. Yang mampu memberikan cahaya kedamaian bagi hati yang sedang kegelapan, beliau adalah “cayaha di atas cahaya”, NUURUN ALA NUURI”. Tubuh Nabi Saw warnanya putih kemerah-merahan, kulitnya bercahaya-cahaya mukanya indah menawan dahi beliau luas, kepala beliau besar sempurna, hidung mancung bagai huruf alif bengkok sedikit dan bercahaya, pipinya halus dan sedang, bulu matanya lebat, bola mata nya besar dan indah, matanya luas dan bersangatan hitam bola matanya, putih mata beliau bercampur kemerah-merahan, gigi muka rapi tersusun indah, jika beliau tersenyum sungguh bercahaya-cahaya, rambut beliau lebat tidak terlalu keriting dan lurus indah menawan, yang panjangnya sampai ketelinga, kadang panjangnya sampai kebahu, jenggotnya lebat, perut dan belakang rata, bahu beliau besar, jari-jari lemas dan lembut, dan bentuk tubuh beliau sedang tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah, tidak gemuk dan tidak pula kurus, tutur katanya halus dan santun, bila Nabi SAW berbicara bercahaya dan senyum manis menyertai raut mukanya. Tatkala beliau berjalan tenang bagaikan orang yang sedang turun dari tempat yang tinggi dan pandangan beliau lebih banyak memandang kebawah dari pada ke atas, begitu tampan dan menawan walaupun dilihat dari jauh, dan apabila sudah dekat tak ada kata yang bisa diucapkan sebab begitu indahnya. Abu Hurairah ra pernah berkata : “Tak pernah aku melihat orang yang lebih tampan dari Nabi saw. Beliau adalah bernama MUHAMMAD SAW, seorang manusia pilihan yang dilahirkan dengan penuh kemuliaan hingga akhir hayatnya. dari betapa agungnya beliau dari maka itu penulis akan mempersembahkan sebuah makalah yang berisikan tentang sejarah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Namun kiranya dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan baik dalam penyusunan kalimat, karena keterbatasan pengetahuan penulis dan masih kurangnya buku-buku pendukung dalam penulisan ini. BAB II PEMBAHASAN SEJARAH HIDUP RASULULLAH SAW A. Prakerasulan Muhammad SAW. 1. Kelahiran Muhammad SAW Sekitar tahun 570 M, Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya ataupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai menghubungkan Yaman di Selatan dan Syiria di Utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota, Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal. Mekah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab pada masa itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi. Nabi Muhammad dilahirkan dalam keluarga bani Hasyim di Mekah pada hari senin, tanggal 9 Rabi’ul Awwal, pada permulaan tahun dari Peristiwa Gajah. Maka tahun itu dikenal dengan Tahun Gajah. Dinamakan demikian karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia), dengan menunggang gajah menyerang Kota Mekah untuk menghancurkan Ka’bah. Bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 bulan April tahun 571 M. Ini berdasarkan penelitian ulama terkenal, Muhammad Sulaiman Al-manshurfury dan peneliti astronomi, Mahmud Pasha. Nabi Muhammad adalah anggota bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari bani Zuhrah. Muhammad SAW. Nabi terakhir ini dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. Ramalan tentang kedatangan atau kelahiran Nabi Muhammad dapat ditemukan dalam kitab-kitab suci terdahulu. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa kelahiran Nabi Muhammad SAW telah diramalkan oleh setiap dan semua nabi terdahulu, yang melalui mereka perjanjian telah dibuat dengan umat mereka masing-masing bahwa mereka harus menerima atas kerasulan Muhammad SAW nanti. Seperti dalam Qs. Ali ‘Imran ayat 81:     •                                 “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa Kitab dan hikmah Kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. Sejumlah penulis besar tentang Sirah dan para pakar hadits telah banyak meriwayatkan peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan, yang muncul pada saat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Peristiwa-peristiwa diluar daya nalar manusia, yang mengarah kepada dimulainya era baru bagi alam dan kehidupan manusia, dalam hal agama dan moral. Diantara peristiwa-peristiwa tersebut adalah singgasana Kisra yang bergoyang-goyang hingga menimbulkan bunyi serta menyebabkan jatuh 14 balkonnya, surutnya danau Sawa, padamnya api sembahan orang-orang Persia yang belum pernah padam sejak seribu tahun lalu. 2. Masa Kanak-kanak Tidak lama setelah kelahirannya, bayi Muhammad SAW diserahkan kepada Tsuwaibah, budak perempuan pamannya, Abu Lahab, yang pernah menyusui Hamzah. Meskipun diasuh olehnya hanya beberapa hari, nabi tetep menyimpan rasa kekeluargaan yang mendalam dan selalu menghormatinya. Nabi SAW selanjutnya dipercayakan kepada Halimah, seorang wanita badui dari Suku Bani Sa’ad. Bayi tersebut diasuhnya dengan hati-hati dan penuh kasih sayang, dan tumbuh menjadi anak yang sehat dan kekar. Pada usia lima tahun, nabi dikembalikan Halimah kepada tanggungjawab ibunya. Sejumlah hadis menceritakan bahwa kehidupan Halimah dan keluarganya banyak dianugrahi nasib baik terus-menerus ketika Muhammad SAW kecil hidup di bawah asuhannya. Halimah menyayangi baginda Rasul seperti menyayangi anak sendiri, penuh kasih sayang dan cinta, namun karena banyak kejadian yang luar biasa sehingga takut akan terjadi hal-hal yang tidak baik sehingga dikembalikanlah Rasul SAW kepada keluarga beliau. Muhammad SAW kira-kira berusia enam tahun, dimana tatkala asik bermain-main dengan teman-teman beliau, teman-teman beliau gembira saat ayah-ayah mereka pulang, namun Rasulullah pulang dengan tangisan menemui ibunda beliau, seraya berkata wahai ibunda mana ayah?.. ibunda beliau terharu tampa jawaban yang pasti, sehingga dalam ketidakmampuan atas jawaban tersebut, hingga suatu ketika ibunda beliau mengajak baginda Nabi SAW pergi kekota tempat ayah beliau dimakamkan. Sekembalinya dari pencarian Makan suami tercinta ibu Rasul tercinta jatuh sakit dan meninggal dalam perjalanan pulang, dengan duka cita yang mendalam dan pulang bersama seorang pembantu nabi. Sekembalinya pulang sebagai anak yatim piatu maka beliau diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Namun dua tahun kemudian, kakeknya pun yang berumur 82 tahun, juga meninggal dunia. Maka pada usia delapan tahun itu, nabi ada di bawah tanggungjawab pamannya Abi Thalib. Pada usia 8 tahun, seperti kebanyakan anak muda seumurnya, nabi memelihara kambing di Mekkah dan menggembalakan di bukit dan lembah sekitarnya. Pekerjaan menggembala sekawanan domba ini cocok bagi perangai orang yang bijaksana dan perenung seperti Muhammad SAW muda, ketika beliau memperhatikan segerombolan domba, perhatiannya akan tergerak oleh tanda-tanda kekuatan gaib yang tersebar di sekelilingnya. 3. Masa Remaja Diriwayatkan bahwa ketika berusia dua belas tahun, Muhammad SAW menyertai pamannya, Abu Thalib, dalam berdagang menuju Suriah, tempat kemudian beliau berjumpa dengan seorang pendeta, yang dalam berbagai riwayat disebutkan bernama Bahira. Meskipun beliau merupakan satu-satunya nabi dalam sejarah yang kisah hidupnya dikenal luas, masa-masa awal kehidupan Muhammad SAW tidak banyak diketahui. Muhammad SAW, besar bersama kehidupan suku Quraisy Mekah, dan hari-hari yang dilaluinya penuh dengan pengalaman yang sangat berharga. Dengan kelembutan, kehalusan budi dan kejujuran beliau maka orang Quraisy Mekkah memberi gelar kepada beliau dengan Al-Amin yang artinya orang yang dapat dipercaya. Pada usia 30 tahunan, Muhammad SAW sebagai tanda kecerdasan dan bijaksanya beliau, Nabi SAW mampu mendamaikan perselisihan kecil yang muncul di tengah-tengah suku Quraisy yang sedang melakukan renovasi Ka’bah. Mereka mempersoalkan siapa yang paling berhak menempatkan posisi Hajar Aswad di Ka’bah. Beliau membagi tugas kepada mereka dengan teknik dan strategi yang sangat adil dan melegakan hati mereka. Pada masa mudanya, beliau telah menjadi pengusaha sukses dan hidup berkecukupan dari hasil usahanya. Kemudian pada usia 25 tahun, beliau menikah dengan pemodal besar Arab dan janda kaya Mekah, Khadijah binti Khuwailid yang telah berusia 40 tahun. Adapun isteri-isteri Nabi Muhammad SAW berjumlah 11 orang, yaitu : 1. Khadijah binti Khuwailid 2. Saudah binti jam’ah 3. Aisyah binti Abu Bakar ra. 4. Hafshah binti Umar ra. 5. Hindun ummu salamah binti Abu Umayyah 6. Ramlah Ummu Habibah binti Abu Sofyan 7. Zainab binti Jahsyin 8. Zainab binti Khuzaimah 9. Maimunah binti Al-Harts Al-Hilaliyah 10. Juwairiyah binti Al-Haarits 11. Sofiyah binti Huyay Dari 11 isteri Nabi SAW ini yang wafat saat Nabi SAW masih hidup adalah 2 orang yaitu Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah, sedangkan sedangkan isteri Nabi yang 9 orang masih hidup saat Nabi SAW wafat. Isteri Nabi SAW yang tersebut disebut dengan Ummul Mu’minin artinya ibu orang-orang beriman. Mereka banyak menolong penyebaran agama Islam di kalangan kaum ibu. Nabi Muhammad SAW mempunyai 7 orang anak, 3 laki-laki dan 4 perempuan yaitu : 1. Qasim 2. Abdullah 3. Zainab 4. Fatimah 5. Ummu kalsum 6. Rukayyah 7. Ibrahim Ibu anak-anak Nabi SAW itu semuanya dari isteri nabi Khadijah, kecuali Ibrahim, yang ibu Mariyatul Qibtiyyah (seorang hamba perempuan yang dihadiahkan oleh seorang pembesar Mesir kepada Nabi SAW. Anak-naka Nabi SAW tersebut wafat pada saat Nabi SAW masih hidup, kecuali Fatimah yang wafat beberapa bulan setelah Nabi SAW wafat. Diriwayatkan tatkala Nabi SAW akan wafat beliau membisikkan kepada Fatimah ra, bahwa beliau akan berpulang ke hadirat Allah, dan mendengar itu Fatimah menangis dengan sedih, dan beberapa saat setelah itu Nabi SAW membisikan lagi sesuatu kepada Fatimah ra, mendengar bisikan yang kedua ini Fatimah ra tersenyum, ternyata bisikan bahwa dikabarkan bahwa setelah Nabi SAW wafat tidak ada orang yang pertama meninggal kecuali Fatimah ra, sungguh mulia Fatimah tersenyum walau mendengar kabar yang tentang wafat nya diri beliau, tapi semua tertutup karena cinta yang mendalam kepada sang ayah tercinta. B. Kerasulan Muhammad SAW 1. Awal Kerasulan Menjelang usianya yang keempat puluh, Muhammad SAW terbiasa memisahkan diri dari pergaulan masyarakat umum, untuk berkontemplasi di Gua Hira, beberapa kilometer di Utara Mekah. Di gua tersebut, nabi mula-mula hanya berjam-jam saja, kemudian berhari-hari bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril. Pada saat beliau tidur dan terbangun dengan tiba-tiba pada malam itu di gua bernama Hira, dalam ketakutan yang luar biasa, seluruh tubuhnya, seluruh diri bathinnya, dicengkeram oleh sebuah kekuatan yang sangat besar, seolah-olah seorang malaikat telah mencengkeram beliau dalam pelukan yang menakutkan yang seakan mencabut kehidupan dan napas darinya. Ketika beliau berbaring di sana, remuk redam, beliau mendengar perintah, “Bacalah!” beliau tidak dapat melakukan ini beliau bukan penyair terdidik, bukan peramal, bukan penyair dengan seribu kalimat yang tersusun dengan baik yang siap dibibir beliau. Ketika itu beliau protes bahwa beliau adalah buta huruf, malaikat itu merangkulnya lagi dengan kekuatan yang begitu rupa, hingga turunlah ayat yang pertama yaitu ayat 1 sampai 5 dalam surat Al-‘Alaq.                          1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dia merasa ketakutan karena belum pernah mendengar dan mengalaminya. Dengan turunnya wahyu yang pertama itu, berarti Muhammad SAW telah dipilih Allah sebagai nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama. Peristiwa turunnya wahyu itu menandakan telah diangkatnya Muhammad SAW sebagai seorang nabi penerima wahyu di tanah Arab. Malam terjadinya peristiwa itu kemudian dikenal sebagai “Malam Penuh Keagungan” (Laylah al-qadar), dan menurut sebagian riwayat terjadi menjelang akhir bulan Ramadhan. Setelah wahyu pertama turun, yang menandai masa awal kenabian, berlangsung masa kekosongan, atau masa jeda (fatrah). Ketika hati Muhammad SAW diliputi kegelisahan yang sangat dan merasakan beban emosi yang menghimpit, dia pulang ke rumah dengan perasaan waswas, dan meminta istrinya untuk menyelimutinya. Saat itulah turun wahyu yang kedua yang berbunyi:      . . . “Wahai kau yang berselimut! Bangkit dan berilah peringatan!.” Dan seterusnya, yaitu surat al-Muddatstsir: 1-7. Wahyu yang telah, dan kemudian turun sepanjang hidup Muhammad SAW, muncul dalam bentuk suara-suara yang berbeda-beda. Tapi pada periode akhir kenabiannya, wahyu surah-surah Madaniyah turun dalam satu suara. 2. Pertengahan Kerasulan Setelah beberapa lama dakwah Nabi Muhammad SAW tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula beliau mengundang dan menyeru kerabat karibnya dan Bani Abdul Muthalib. Beliau mengatakan di tengah-tengah mereka, “Saya tidak melihat seorang pun di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepada kalian dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Mereka semua menolak kecuali Ali bin Abi Thalib. Pada permulaan dakwah ini orang yang pertama-tama merima dakwah nabi yaitu dengan masuk Islam adalah, dari pihak laki-laki dewasa adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, dari pihak perempuan adalah isteri nabi SAW yaitu Khadijah, dan dari pihak anak-anak adalah Ali bin Abi Thalib ra. Dalam memulai dakwah nabi banyak mendapat halangan dari pihak kafir quraisy mekah dan berbagai bujuk rayu yang dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan. Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Mekah terhadap kaum muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad SAW untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya ke luar Mekah. Pada tahun kelima kerasulannya, nabi menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagi negeri tempat pengungsian. Usaha orang-orang Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habsyah ini, termasuk membujuk Negus (Raja) agar menolak kehadiran umat Islam di sana, gagal. Bahkan, di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang Quraisy masuk Islam, Hamzah dan Umar ibn Khathab. Dengan masuk Islamnya dua tokoh besar ini posisi Islam semakin kuat. Tatkala banyaknya tekanan dari berbagai pihak Nabi SAW mengalami kesedihan yang mendalam yaitu wafat nya seorang paman yaitu Abu Thalib sebagai pelindung dan isteri tercinta yang setia menemani hari-hari beliau yaitu Khadijah binti Khuwailid, sehingga Allah menghibur hati baginda Rasul SAW dengan terjadinya Isra’ dan Mi’rajnya Nabi Muhammad SAW. diriwayatkan pada suatu malam ketika Nabi SAW ada di Masjidil Haram di Mekkah, datanglah Jibril as. Dan beserta malaikat yang lain, lalu dibawanya dengan mengendarai Buroq ke Masjidil Aqsa di negeri Syam, kemudian Nabi SAW dinaikkan ke langit untuk diperlihatkan kepada Nabi SAW tanda-tanda kebesaran dan kekayaan Allah SWT, pada malam itu juga Nabi SAW kembali kenegeri Mekkah. Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqso dinamakan Isra, dan dinaikkannya Nabi SAW dari Masjidil Aqso ke langit disebut Mi’raj. Pada malam inilah mulai di wajibkan Shalat Fardlu 5 kali dalam sehari. Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan itu diantaranya datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke Mekah. Mereka, yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang. Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, beberapa orang Khazraj menemui Muhammad SAW untuk masuk Islam, dan mengharapkan agar ajaran Islam dapat mendamaikan permusauhan suku ‘Aus dan Khazraj. Kedua, pada tahun keduabelas kenabian, delegasi Yatsrib terdiri dari sepuluh orang Khazraj dan dua orang ‘Aus serta seorang wanita menemui Muhammad SAW di tempat bernama Aqabah. Mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Ikrar ini dinamakan dengan perjanjian “Aqabah Pertama”. Ketiga, pada musim haji berikutnya, jama’ah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta Muhammad SAW dan Muslimin Makkah agar berkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membelanya dari segala ancaman. Perjanjian ini dinamakan dengan perjanjian “Aqabah Kedua”. Dalam perjalanan ke Yatsrib nabi ditemani oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ketika di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, nabi istirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini nabi membangun sebuah mesjid. Inilah mesjid pertama yang dibangun nabi, sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian, Ali bin Abi Thalib menyusul nabi, setelah menyelesaikan segala urusan di Mekah. Sementara itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatanganya. Waktu yang mereka tunggu-tunggu itu tiba, mereka menyambut nabi dan kedua sahabatnya dengan penuh kegembiraan. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering disebut Madinatul Munawwarah (Kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar keseluruh dunia. Kejadian itu disebut dengan “hijrah” bukan sepenuhnya sebuah “pelarian”, tetapi merupakan rencana perpindahan yang telah dipertimbangkan secara seksama selama sekitar dua tahun sebelumnya. Tujuh belas tahun kemudian, Khalifah Umar bin Khattab menetapkan saat terjadinya peristiwa hijrah sebagai awal tahun Islam, atau tahun qamariyah. 3. Akhir Masa Kerasulan Pembentukan Negara Madinah Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi Muhammad SAW resmi sebagai pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaam spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala negara. Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, nabi, sebagi kepala pemerintahan, mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diijinkan berperang dangan dua alasan: (1) untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya, dan (2) menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya. Dalam sejarah Madinah ini memang banyak terjadi peperangan sebagai upaya kaum muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi sendiri, di awal pemerintahannya, mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian damai dengan berbagai kabilah di sekitar Madinah juga diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan Madinah. Pada tahun 9 dan 10 Hijriyah (630-632 M) banyak suku dari pelosok Arab mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad SAW menyatakan ketundukan mereka. Masuknya orang Mekah ke dalam agama Islam rupanya mempunyai pengaruh yang amat besar pada penduduk padang pasir yang liar itu. Tahun itu disebut dengan tahun perutusan. Persatuan bangsa Arab telah terwujud; peperangan antara suku yang berlangsung sebelumnya telah berubah menjadi persaudaraan seagama. Setelah itu, Nabi Muhammad SAW segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para dai’ dikirim ke berbagai daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu, Nabi menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 H/ 8 Juni 632 M., Nabi Muhammad SAW wafat di rumah istrinya Aisyah.   BAB III PENUTUP Kesimpulan Dari perjalanan sejarah nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, di samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukan seluruh Jazirah Arab ke dalam kekuasaannya. Kita dapat membagi masa dakwah Muhammad SAW menjadi dua periode, yang satu berbeda secara total dengan yang lainnya, yaitu: 1. Periode Mekah, berjalan kira-kira tiga belas tahun. 2. Periode Madinah, berjalan selama sepuluh tahun penuh. Setiap periode memiliki tahapan-tahapan tersendiri, dengan kekhususannya masing-masing. Periode mekah dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu: 1. Tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang berjalan selama tiga tahun. 2. Tahapan dakwah secara terang-terangan di tengah penduduk Mekah, yang dimulai sejak tahun keempat dari kenabian hingga akhir tahun kesepuluh. 3. Tahapan dakwah di luar Mekah, yang dimulai dari tahun kesepuluh dari kenabian hingga hijrah ke Madinah. Sedangkan periode Madinah dapat dibagi menjadi tiga tahapan fase: 1. Fase yang banyak diwarnai cobaan dan perselisihan, banyak rintangan yang muncul dari dalam, sementara musuh dari luar menyerang Madinah untuk menyingkirkan para pendatangnya. Fase ini berakhir dengan dikukuhkannya perjanjian Hudaibiyah. 2. Fase perdamaian dengan para pemimpin paganisme, yang berakhir dengan Futuh Makah pada bulan Ramadhan tahun kedelapan dari Hijriyah. Ini juga merupakan fase berdakwah kepada para raja agar masuk Islam. 3. Fase masuknya manusia ke dalam Islam secara berbondong-bondong, yaitu masa kedatangan para utusan dari berbagai kabilah dan kaum ke Madinah. Masa ini membentang hingga wafatnya Rasulullah SAW.   DAFTAR PUSTAKA Abdul Hameed Siddiqui, The Life Muhammad, (Delhi: Righway Publication, 2001). Abdul Haq Vidyarthi dan Abdul Ahad Dawud, Ramalan Tentang Muhammad SAW, (Jakarta : PT. Mizan Publika, 2006) Ajid Thohir, Kehidupan Umat Islam Pada Masa Rasulullah SAW, (Bandung: Pustaka Setia, 2004). Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997) Barnaby Rogerson, Biografi Muhammad, (Jogjakarta : Diglossia, 2007). Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cet. 5). Ja’far Al-Barzanji, AL-Maulid An-Nabawi, (Jakarta: Maktabah Sa’diyah. Tt.). Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera Antarnusa, 1990, cet. 12). Nayla Putri dkk, Sirah Nabawiyah. (Bandung: CV. Pustaka Islamika, 2008). Philip K. Hitti, History Of The Arabs, diterjemahkan R. Cecep Lukman Yasin, Karya (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008).   TUGAS MAKALAH “SEJARAH HIDUP RASULULLAH SAW” Dosen Pengampu : PROF. DR. H. FAHMIY ARIEF, MA Disusun Oleh : Nama MUJAHIDIN NIM : 120212 1010 PASCA SARJANA IAIN ANTASARI BANJARMASIN JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM BANJARMASIN TAHUN 2012 KATA PENGANTAR Assalamualaikum. Wr. Wb Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala curahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelasaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada penulis untuk menghadirkan sebuah makalah dengan judul “SEJARAH HIDUP RASULULLAH SAW. Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan keharibaan junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat dan para pengikut beliau sampai akhir zaman. Makalah yang penulis sajikan sedapat mungkin penulis hadirkan dalam bentuk yang mudah dimengerti. Namun demikian, penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan penyampaian materi di dalam makalah penulis. Karenanya penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak terutama dari bapak PROF. DR. H. FAHMY ARIEF, MA selaku dosen pembimbing mata kuliah ULUMUL QUR’AN demi kesempurnaan isi dari makalah penulis dan menjadi pelajaran dikemudian hari. Banjarmasin, September 2012 Penulis   DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................... ………........................................... ii BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. 1 BAB II Pembahasan Sejarah Hidup Rasulullah SAW ……………. 3 A. Prakerasulan Muhammad SAW. ………………………… 3 1. Kelahiran Muhammad SAW ………………………… 3 2. Masa Kanak-kanak …………………………………. 5 3. Masa Remaja ……………………………………….. 6 B. Kerasulan Muhammad SAW ……………………………. 8 1. Awal Kerasulan …………………………………….. 8 2. Pertengahan Kerasulan …………………………….. 10 3. Akhir Masa Kerasulan Pembentukan Negara Madinah ……………………………………………. 13 BAB II PENUTUP ........................................................................ 15 Kesimpulan …………………………………………………. 15 DAFTAR PUSTKA ................................................................................................. 17

Minggu, 21 April 2013

Sejarah Pemikiran Islam (Hulul)


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Khulul secara etimologis berasal dari kata hall-yahull-hulûl berarti berhenti atau diam. Menurut Abû Manshûr al-Hallaj dalam tasawuf filosofis menyatakan bahwa khulûl adalah pengalaman spiritual seorang sufi sehingga ia dekat dengan Allah, lalu Allah memilih kemudian menempati dan menjelma padanya. Konsephulûl dibangun di atas landasan teori lâhût dan nâsût. Lâhût berasal dari perkataan ilâh yang berarti tuhan, sedangkan lâhût berarti sifat ketuhanan. Nâsûtberasal dari perkatan nâs yang berarti manusia; sedangkan nâsût berarti sifat kemanusiaan. Menurut Al-Hamdany menyebutkan bahwa, hulul merupakan kepercayaan manusia bahwa Allah bersemayam ditubuh salah seorang yang kiranya bersedia untuk ditempati, karena kemurnian jiwanya dan kesulitan ruhnya. Di antara orang-orang yang menganut aqidah dan kepercayaan itu ialah al-Hallaj yang telah dihalalkan darahnya oleh para alim ulama hingga ia terbunuh. Konsep yang diusung oleh Mansur al-Hallaj dalam praktek pengalaman tasawufnya sebenarnya berpijak dari kedekatannya dengan Tuhan. Kedekatan berikut dengan segala atribut nuansa spiritualnya bertumpu pada konsep teologi yang masih dalam koridor spiritualitas Islam (Islamic Spirituality). Spiritualitas Islam yang senantiasa identik dengan upaya menyaksikan Yang Satu, mengungkap Yang Satu, dan mengenali Yang Satu, Tuhan dalam kemutlakan Realitas-Nya yang melampaui segala manifestasi dan determinasi, Sang Tunggal yang ditegaskan dalam al-Qur’an dengan nama Allah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Khulul
Khulul secara etimologis berasal dari kata hall-yahull-hulûl berarti berhenti atau diam. Menurut Abû Manshûr al-Hallaj dalam tasawuf filosofis menyatakan bahwa hulûl adalah pengalaman spiritual seorang sufi sehingga ia dekat dengan Allah, lalu Allah memilih kemudian menempati dan menjelma padanya. Konsep hulûldibangun di atas landasan teori lâhût dan nâsût. Lâhût berasal dari perkataan ilâhyang berarti tuhan, sedangkan lâhût berarti sifat ketuhanan. Nâsût berasal dari perkatan nâs yang berarti manusia; sedangkan nâsût berarti sifat kemanusiaan. Al-Hallaj mengambil teori khulûl dari kaum Nasrani yang menyatakan bahwa Allah memilih tubuh Nabi Isa, menempati, dan menjelma pada diri Isa putra Maryam. Nabi Isa menjadi Tuhan, karena nilai kemanusiaannya telah hilang. Khulûl Allah pada diri Nabi Isa bersifat fundamental dan permanen. Sedangkan khulul Allah pada diri al-Hallaj bersifat sementara; melibatkan emosi dan spiritual; tidak fundamental dan permanen.
Al-Hallaj tidak menjadi Tuhan dan tidak menyatakan Tuhan, kecuali ucapan yang tidak disadarinya (syathahât). Al-Hallaj tidak kehilangan nilai kemanusiannya. Ia hanya tidak menyadarinya selama syathahât. Adapun tazkiyat al-nafs adalah langkah untuk membersihkan jiwa melalui tahapan maqâmât hingga merasakan kedekatan dengan Allah dan mengalami al-fanâ’ 'an al-nafs. Out put dari tazkiyat al-nafs adalahlâhût manusia menjadi bening, sehingga bisa menerima khulûl dari nâsût Allah.
Pada tahun 301 H/913 M al-Hallaj masuk penjara Baghdad selama 8 tahun karena dituduh terlibat makar dan nodai kesucian agama. Setidaknya ada empat tindakan subversif yang dituduhkan kepadanya. Pertama, ia dituduh memiliki hubungan politik dengan kaum Qarâmithah, gerakan bawah tanah yang hendak menggulingkan pemerintah Abbasiyyah. Kedua, keyakinan al-Hallaj yang mengaku dirinya Tuhan, ketika mengalami syathahât. Ketiga, keyakinan al-Hallaj bahwa ibadah haji bukanlah kewajiban agama yang penting. Dan keempat, keyakinan al-Hallaj tentang wahdat al-adyân (kesatuan agama). Amnesti untuk al-Hallaj tidak terlaksana karena sikap Perdana Menteri yang menghalanginya. Kasus al-Hallaj diputuskan di Mahkamah Syari’ah dengan vonis hukuman mati dan dieksekusi dengan disalib pada tiang gantungan tahun 309 H/922 M. Saya memandang hukum mati yang diberlakukan kepada al-Hallaj lebih karena faktor politik karena sejarah peradaban Islam sangat didominasi oleh politik.

B.     Konsep al-Hulul dalam teorinya Mansur al-Hallaj
1.      Sketsa Biografi dan Bangunan Pemikiran Keagamaan Mansur al- Hallaj.
Manshur al-Hallaj lahir di Persia (Iran) pada tahun 224 H/858 M. Nama lengkapnya adalah Abu al-Mughist al-Husain ibn Mansur ibn Mahma al-Baidlawi al-Hallaj. Ayahnya bekerja sebagai pemital kapas. Kakeknya yang bernama Mahma adalah seorang Majusi.[1] Ketika masih kecil, ayahnya pindah ke Tustar, kota kecil dikawasan Wasith, dekat Baghdad.
Masa kecilnya banyak dihabiskan untuk belajar ilmu keagamaan. Sejak kecil, al-Hallaj mulai belajar membaca al-Qur’an, sehingga berhasil menjadi penghafal al-Qur’an (hafidz). Pemahaman tasawuf pertama kali ia kenal dan pelajari dari seorang sufi yang bernama Sahl al-Tustari.[2] Karena pengembaraannya yang intens, maka ia dikenal sebagai seorang sufi yang berkelana ke berbagai daerah. Berkelananya ke berbagai daerah, mengantarkan ia dapat berkelana, bertmu, berteman dan bahkan berguru kepada para sufi kenamaan pada masa itu.
Menginjak usia 20 tahun, al-Hallaj meninggalkan Tustar menuju kota Basra dan berguru kepada Amr Makki. Untuk memperdalam keilmuannya, seterusnya pindah ke kota Bagdad untuk menemui sekaligus berguru kepada tokoh sufi modern yang termasyhur, yaitu al-Junaid al-Baghdadi. Ia digelari al-Hallaj karena penghidupannya yang dia peroleh dari memintal wol.[3] Dalam sumber lain dijelaskan, bahwa disebut al- Hallaj karena dapat membaca pikiran-pikiran manusia yang rahasia, maka terkenal dengan Hallaj al-Asror, penenun ilmu ghaib.[4] Selanjutnya, al-Hallaj muda pergi ke kota Makkah. Di kota suci ini, ia menetap selama kurang lebih satu tahun. Selama di kota suci ini ia tinggal dan bermukim di pelataran Masjid al-Haram sambil melakukan praktek kesufiannya. Pada situasi dan kondisi seperti inilah, ia mengalam dan merasakan sebuah pengalaman spiritual yang tiada tara bandingannya. Dalam sebuah pengakuannya, ia telah mengalami pengalaman mistik yang luar biasa, yang pada wacana berikutnya kemudian terkenal dengan istilah khulul.
Pada ujung proses merasakan dan mengalami pengalaman spiritual yang luar bisa tersebut, al-Hallaj memutuskan untuk kembali ke kota Baghdad dan menetap di kota ini sambil terus menyebarkan ajaran tasawufnya. Namun demikian, keadaan menentukan lain dan memaksanya menjadi rakyat yang tertindas dari kekejaman penguasa saat itu. Pada tanggal 18 Dzulkaidah 309 H / 922 M ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh pengusa Dinasti Abbasiyah (Khalifah Al-Muktadir Billah). Motive dan latar belakang penangkapan dan vonis hukuman mati ini adalah bermuara dari tuduhan membawa pahamhulul yang dianggap menyesatkan ummat. Sisi lain, al-Hallaj juga dituduh mempunyai hubungan dengan Syiah Qaramitah.[5]
2.      Konsep al-Hullul Mansur al-Hallaj
Konsep yang diusung oleh Mansur Al-Hallaj dalam praktek pengalaman tasawufnya sebenarnya berpijak dari kedekatannya dengan Tuhan. Kedekatan berikut dengan segala atribut nuansa spiritualnya bertumpu pada konsep teologi yang masih dalam koridor spiritualitas Islam (Islamic Spirituality). Spiritualitas Islam yang senantiasa identik dengan upaya menyaksikan Yang Satu, mengungkap Yang Satu, dan mengenali Yang Satu, Tuhan dalam kemutlakan Realitas-Nya yang melampaui segala manifestasi dan determinasi, Sang Tunggal yang ditegaskan dalam al-Qur’an dengan nama Allah.[6]
Ajaran tasawuf Al-Hallaj yang terkenal adalah konsephulul. Tuhan dipahami mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu setelah manusia tersebut betul-betul berhasil melenyapkan sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuhnya.
Menurut Al-Hallaj bahwa Tuhan mempunyai dua sifat dasar, yaitu al-lahut (sifat ketuhanan) dan al-nasut (sifat kemanusiaan).[7]
Demikian juga manusia juga memiliki dua sifat dasar yang sama. Oleh karena itu, antara Tuhan dan manusia terdapat kesamaan sifat. Argumentasi pemahaman ini dibangun berdasarkan kandungan makna dari sebuah hadits yang mengatakan bahwa : “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai dengan bentukNya” sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Ahamad bin Hambal atau Imam Hambali. Hadits ini memberikan wawasan bahwa di dalam diri Adam as terdapat bentuk Tuhan yang disebutal- lahut. Sebaliknya di dalam diri Tuhan terdapat bentuk manusia yang disebutal-nasut.
Berdasarkan pemahaman adanya sifat antara Tuhan dan manusia tersebut, maka integrasi atau persatuan antara Tuhan dan manusia sangat mungkin terjadi. Proses bersatunya antara Tuhan dn manusia dalam pemahaman ini adalah dalam bentukhulul.[8]
Bersatunya antara Tuhan dan manusia harus melalui proses bersyarat, dimana manakala manusia berkeinginan menyatu dengan Tuhannya, maka ia harus mampu melenyapkan sifat al-nasutnya. Lenyapnya sifat al-nasut, maka secara otomatis akan dibarengi dengan munculnya sifat al-lahut dan dalam keadaan seperti inilah terjadi pengalamanhulul.[9]
Untuk melenyapkan sifat al-nasut, seorang hamba harus memperbanyak ibadah. Dengan membersihkan diri melalui ibadah dan berhasil usahanya melenyapkan sifat ini, maka yang tinggal dalam dirinya hanya sifat al-lahut. Pada saat itulah sifat al-nasut Tuhan turun dan masuk ke dalam tubuh seorang Sufi, sehingga terjadilah hulul, dan peristiwa ini terjadi hanya sesaat.
Pernyataan al-Hallaj bahwa dirinya tetap ada, yang terjadi adalah bersatunya sifat Tuhan di dalam dirinya, sebagaimana ungkapan syairnya :
“Maha suci zat yang sifat kemanusiaan-Nya membukakan rahasia
ketuhanan-Nya yang gemilang. Kemudian kelihatan bagi makhluknya
dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum”.

Dalam syair di atas tampak Tuhan mempunyai dua sifat dasar ke- Tuhanan, yaitu “Lahut” dan “Nasut”. Dua istilah ini oleh al-Hallaj diambil dari falsafah Kristen yang mengatakan bahwa Nasut Allah mengandung tabiat kemanusiaan di dalamnya. Dalam konsep hulul al-Hallaj dimana Tuhan dengan sifat ketuhanan menyatu dalam dirinya, berbaur sifat Tuhan itu dengan sifat kemanusiaan.
Penyatuan antara roh Tuhan dengan roh manusia dilukiskan oleh al-Hallaj di dalam syairnya sebagai berikut :
 “JiwaMu disatukan dengan jiwaku, sebagaimana anggur dicampur dengan air suci. Dan jika ada sesuatu yang menyentuh Engkau, ia menyentuh aku pula dan ketika itu dalam setiap keadaaan Engkau adalah aku”.[10]

Bahkan didalam syairnya yang lain, al-Hallaj melukiskan dengan sangat jelas bahwa :
 “Aku adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucinta adalah aku.
Kami adalah dua roh yang bersatu dalam satu tubuh. Jika engkau lihat
aku, engkau lihat Dia, dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat kami”.[11]

Tatkala peristiwa hulul sedang berlangsung, keluarlah syatahat (kata-kata aneh) dari lidah al-Hallaj yang berbunyi Ana al-Haqq (Aku adalah Yang Maha Benar). Kataal-Haq dalam istilah tasawuf, berarti Tuhan. Sebagian masyarakat saat itu menganggap al-Hallaj telah kafir, karena ia mengaku dirinya sebagai Tuhan. Padahal yang sebenarnya, dengan segala kearifan dan kerendahan hati spiritualnya, al-Hallaj tidak mengaku demikian. Perspektif ini dibangun berdasarkan ungkapan syairnya yang lain dengan mengatakan bahwa :
 “Aku adalah Rahasia Yang Maha Benar, dan bukanlah Yang Maha Benar itu aku, aku hanya satu dari yang benar, dibedakanlah antara kami atau aku dan Dia Yang Maha Benar”.

Dalam pengertian lain dapat diungkapkan bahwa syatahat yang keluar dari mulut al-Hallaj tidak lain adalah ucapan Tuhan melalui lidahnya.[12]
Dengan ungkapan ini, semakin tidak mungkin untuk memahami bahwa maksud al-Hallaj dengan hululnya dalam berbagai syairnya adalah dirinya al-Haq. Jadi karena sangat cintanya kepada Allah menjadikan tidak ada pemisah antara dirinya dengan kehendak Allah, seolah-olah dirinya dan Tuhan adalah satu. Sebagaimana diungkapkan dalam syairnya :
“Aku adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucintai adalah aku”
Seandainya apa yang dikemukakan oleh Harun Nasution, tentang tafsiran al-Hallaj mengenai perintah Tuhan agar sujud kepada Adam (QS. 2 : 34) adalah pendapat yang sebenarnya yang dimaksud oleh al-Hallaj, tentu ini pandangan yang sesat. Karena apabila masuk ke jiwa seseorang misalnya Isa, maka jadilah Tuhan semisal Isa, ini bertentangan dengan firman Allah “Laisa kamitslihi syaiun”. Apabila dengan masuknya Tuhan ke dalam diri manusia tidak dengan tidak mengurangi keberadaan Tuhan, maka berarti ada dua Tuhan atau sekurang-kurangnya belahan Tuhan yang dapat dinamakan dengan anak Tuhan sebagaimana yang disebut penganut Kristen sekarang, tentu ini sangat bertentangan dengan Al-Qur’an Surat Al-Ikhlash.
Namun pendapat al-Hallaj bahwa dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan itu akan masuk ke dalam diri manusia dengan jalan fana’ yaitu dengan menghilangkan sifat kemanusiaan, hal ini dapat diterima. Sebagaimana menurut al-Hallaj ia bukanlah Yang Maha Benar, tetapi hanyalah satu dari yang benar. Jadi menurutnya, ia bukan Tuhan. Oleh karena itu yang lebih tepat dalam manafsirkan atau memahami ajaran al- Hallaj adalah bahwa menurutnya, Tuhan mengisi diri manusia-manusia tertentu dengan sifat ketuhanan, maka jadilah manusia itu satu dari yang benar, dialah manusia yang memiliki / dikaruniai sifat Tuhan
C.     Al-Hulul Dalam Tasawuf
1.      Sejarah Al-Khulul
Doktrin al-Hulul adalah salah satu tipe dari aliran tasawuf falsafi dan merupakan perkembangan lanjut dari paham al-Ittihad. Konsepsi al-Hulul pertama kali ditampilkan oleh Husein Ibn Masur al-Hallaj yang meninggal karena dihukum mati di Baghdad pada tahun 308 H, karena paham yang ia sebarkan itu dipandang sesat oleh penguasa pada masa itu.
2.      Pengertian Al-Khulul
Pengertian al-khulul secara singkat ialah Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat membersihkan dirinya dari sifat-sifat kemausiaannya melalui fana dan ekstase.
Menurut Al-Hamdany (Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi. 1969, Hal : 19) menyebutkan bahwa, hulul merupakan kepercayaan manusia bahwa Allahbersemayam ditubuh salah seorang yang kiranya bersedia untuk ditempati, karena kemurnian jiwanya dan kesulitan ruhnya. Di antara orang-orang yang menganut aqidah dan kepercayaan itu ialah al-Hallaj yang telah dihalalkan darahnya oleh para alim ulama hingga ia terbunuh.
3.      Konsep Ajaran Al-Khulul
Menurut al-Hallaj manusia mempunyai sifat dasar yang ganda, yaitu sifat ketuhannan atau lahut dan sifat kemanusiaan atau nasut. Demikian juga halnya tuhan memiliki sifat ganda, yaitu sifat-sifat Ilahiyat dan lahut dan sifat Insaniyah atau nasut. Apabila seseorang telah dapat menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya dan mengembangkan sifat-sifat Ilahiyatnya melalui fana, maka Tuhan akan mengambil tempat dalam dirinya dan terjadilah kesatuan manusia dengan Tuhan dan inilah yang dimaksud dengan hulul.
Teori lahut dan nasut ini, berangkat dari pemahamannya tentang proses kejadian manusia. Al-Hallaj berpendapat bahwa Adam sebagai manusia pertama diciptakan Tuhan sebagai copy dari diri-Nya – shurah minn nafsih – dengan segenap sifat dan kebesarannya, sebagaimana ia ungkapkan dalam syairnya.
“Maha suci dzat yang menampakkan nasut-nya, Seiring cemerlang bersama lahut-Nya, Demikian padu makhluk-Nya pun terlihat nyata, Seperti manusia yang makan dan minum layaknya”.

Konsepsi lahut dan nasut ini didasarkan al-Hallaj pada firman Allah dalam Surah al-Baqarah 34, menurut pemahamannya, adanya perintah Allah agar malaikat sujud kepada Adam itu adalah karena Allah telah menjelma dalam diri Adam sehingga ia harus disembah sebagaimana meyembah Allah. Bagaimana gambaran hulul itu dapat dipahami dari ungkapan al-Hallaj berikut ini:
Berbaur sudah sukma-Mu dalam rohku jadi satu,
Bagai anggur dan air bening berpadu,
Bila engkau tersentuh, tertusuk pula aku,
Karena ketika itu, Kau dalam segala hal adalah aku.
Aku yang kurindu, danyang kurindu Aku jua,
Kami dua jiwa padu jadi satu raga,
Bila kau lihat aku, tampak jua Dia dalam pandanganmu,
Jika kau lihat Dia, kami dalam penglihatanmu tampak nyata.

Dari ungkapan di atas, terlihat bahwa wujud manusia tetap ada dan sama sekali tidak hancur atau sirna. Dengan demikian, nampaknya paham hulul ini bersifat figuratif, bukan riel karena berlangsung dalam kesadaran psikis dalam kondisi fana dalam iradat Allah. Manusia diciptakan Tuhan sesuai dengan citra-Nya, maka makna perpaduan itu adalah munculnya citra Tuhan ke dalam citraNya yang ada dalam diri manusia, bukan hubungan manusia dengan Tuhan secara riel. Oleh karena itu, ucapan ana al-haqq yang meluncur dari lidah al-Halaj, bukanlah ia maksudkan sebagai pernyataan bahwa dirinya adalah Tuhan. Sebab, yang mengucapkan kalimat itu pada hakikatnya adalah Tuhan juga tetapi melalui lidah al-Hallaj. Interpretasi ini sesuai pula dengan pernyataan al-Hallaj dalam syair berikut:
“Aku adalah rahasia Yang Maha Benar, aku bukanlah Yang Maha Benar”.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Khulul secara etimologis berasal dari kata hall-yahull-hulûl berarti berhenti atau diam, Menurut Abû Manshûr al-Hallaj dalam tasawuf filosofis menyatakan bahwa hulûl adalah pengalaman spiritual seorang sufi sehingga ia dekat dengan Allah, lalu Allah memilih kemudian menempati dan menjelma padanya, Konsep yang diusung oleh Mansur al-Hallaj dalam praktek pengalaman tasawufnya sebenarnya berpijak dari kedekatannya dengan Tuhan. Kedekatan berikut dengan segala atribut nuansa spiritualnya bertumpu pada konsep teologi yang masih dalam koridor spiritualitas Islam (Islamic Spirituality), Menurut al-Hallaj manusia mempunyai sifat dasar yang ganda, yaitu sifat ketuhannan atau lahut dan sifat kemanusiaan atau nasut. Demikian juga halnya tuhan memiliki sifat ganda, yaitu sifat-sifat Ilahiyat dan lahut dan sifat Insaniyah atau nasut.







DAFTAR PUSTAKA

Azra Azyumardi, et. Al., Ensiklopedia Islam, Jakarta, PT Ichtiar Baru van Hoeve, Cetakan X, 2002.

al-Syaiby Musthafa, Syarah al-Diwan li al-Hallaj (Beirut : Maktabah An- Nahdhoh, 1974)

Hadi M. Abd. W., dalam pengantar Saleh Abdul Sabur, Tragedi al-Hallaj, Pustaka, Bandung, 1976, viii.

Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam (Jakarta, Raja Grafindo, 1997).

Joebar Ajoeb, dalam pengantar Ibrahim Gazur I-Ilahi, The Secret of Ana L-Haqq, (Jakarta : Rajawali, 1986

Siregar Rivay. 2000. Tasawuf : Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufieme. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada

Said bin Abdullah Al-Hamdany. 1969. Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi. Bandung : Pelit






 “K H U L U L”



MAKALAH
Disampaikan dalam Forum Seminar Kelas
Pada Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam


Dosen Pengampu :
Prof. DR. H. ASMARAN, M.Ag.



Disusun Oleh :
Nama
MUJAHIDIN
       NIM
:  120212 1010:













PASCA SARJANA IAIN ANTASARI BANJARMASIN
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
BANJARMASIN

TAHUN 2013
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb
Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala curahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelasaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada penulis untuk menghadirkan sebuah makalah dengan judul “KHULUL.
Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan keharibaan junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat dan para pengikut beliau sampai akhir zaman.
Makalah yang penulis sajikan sedapat mungkin penulis hadirkan dalam bentuk yang mudah dimengerti. Namun demikian, penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan penyampaian materi di dalam makalah penulis. Karenanya penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak terutama dari ibu Prof. DR. H. ASMARAN, M.Ag. selaku dosen pembimbing mata kuliah SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM, demi kesempurnaan isi dari makalah penulis dan menjadi pelajaran dikemudian hari.
Banjarmasin,  Januari 2013


Penulis
i

 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL      
KATA PENGANTAR          ....................................................................................             i
DAFTAR ISI              ....................................... ………...........................................            ii
BAB    I                 PENDAHULUAN    ………………………………………….            1
A.    Latar Belakang    …………………………………………..            1

BAB    II               PEMBAHASAN  …………………………………….……….            2
A.    Pengertian Khulul ……………….…………………………            2
B.     Konsep al-Khulul dalam teriorinya Mansur Al-Halajj   ……            3
C.     Al-Khulul dalam Tasawuf   ………………………………..            9

BAB    III              PENUTUP          ........................................................................          12
                              Kesimpulan     ………………………………………………….          12
DAFTAR PUSTKA            ................................................................................................. 13
                       

ii
 


[1]    Kamil Musthafa al-Syaiby, Syarah al-Diwan li al-Hallaj (Beirut : Maktabah An-Nahdhoh,    1974), h.19

[2]    Azyumardi Azra, et. Al., Ensiklopedia Islam, Jakarta, PT Ichtiar Baru van Hoeve, Cetakan X, 2002, hal. 74.
[3]    M. Abd. Hadi W., dalam pengantar Saleh Abdul Sabur, Tragedi al-Hallaj, Pustaka, Bandung, 1976, viii.
[4]    Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam (Jakarta, Raja Grafindo, 1997)
[5]    Syiah Qaramitah adalah sebuah kelompok Syiah beraliran garis keras yang dipimpin
[6]    Sulaiman Al-Kumayi, Kearifan Spiritual dari Hamka ke Aa Gym, Semarang, Pustaka Nuun, 2004, hal. 4
[7]    Azyumardi Azra, ibid.
[8]    Ibid.
[9]    M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999, hal. 57
[10] Ajoeb Joebar, dalam pengantar Ibrahim Gazur I-Ilahi, The Secret of Ana L-Haqq,(Jakarta : Rajawali, 1986), h. 21
[11] Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1973), h.90.

[12] Azyumardi Azra, et.al., Log.cit, hal. 75