BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Khulul secara etimologis
berasal dari kata hall-yahull-hulûl berarti berhenti atau diam.
Menurut Abû Manshûr al-Hallaj dalam tasawuf filosofis menyatakan
bahwa khulûl adalah pengalaman spiritual seorang sufi sehingga ia dekat
dengan Allah, lalu Allah memilih kemudian menempati dan menjelma padanya.
Konsephulûl dibangun di atas landasan teori lâhût dan
nâsût. Lâhût berasal dari perkataan ilâh yang berarti
tuhan, sedangkan lâhût berarti sifat ketuhanan. Nâsûtberasal
dari perkatan nâs yang berarti manusia;
sedangkan nâsût berarti sifat kemanusiaan. Menurut Al-Hamdany
menyebutkan bahwa, hulul merupakan kepercayaan manusia bahwa
Allah bersemayam ditubuh salah seorang yang kiranya bersedia untuk ditempati,
karena kemurnian jiwanya dan kesulitan ruhnya. Di antara orang-orang yang
menganut aqidah dan kepercayaan itu ialah al-Hallaj yang telah dihalalkan
darahnya oleh para alim ulama hingga ia terbunuh. Konsep yang diusung oleh
Mansur al-Hallaj dalam praktek pengalaman tasawufnya sebenarnya berpijak dari
kedekatannya dengan Tuhan. Kedekatan berikut dengan segala atribut nuansa
spiritualnya bertumpu pada konsep teologi yang masih dalam koridor
spiritualitas Islam (Islamic Spirituality). Spiritualitas Islam yang senantiasa
identik dengan upaya menyaksikan Yang Satu, mengungkap Yang Satu, dan mengenali
Yang Satu, Tuhan dalam kemutlakan Realitas-Nya yang melampaui segala
manifestasi dan determinasi, Sang Tunggal yang ditegaskan dalam al-Qur’an
dengan nama Allah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Khulul
Khulul secara etimologis
berasal dari kata hall-yahull-hulûl berarti berhenti atau diam.
Menurut Abû Manshûr al-Hallaj dalam tasawuf filosofis menyatakan
bahwa hulûl adalah pengalaman spiritual seorang sufi sehingga ia
dekat dengan Allah, lalu Allah memilih kemudian menempati dan menjelma padanya.
Konsep hulûldibangun di atas landasan teori lâhût dan
nâsût. Lâhût berasal dari perkataan ilâhyang berarti tuhan,
sedangkan lâhût berarti sifat ketuhanan. Nâsût berasal dari
perkatan nâs yang berarti manusia; sedangkan nâsût berarti
sifat kemanusiaan. Al-Hallaj mengambil teori khulûl dari kaum Nasrani yang
menyatakan bahwa Allah memilih tubuh Nabi Isa, menempati, dan menjelma pada
diri Isa putra Maryam. Nabi Isa menjadi Tuhan, karena nilai kemanusiaannya
telah hilang. Khulûl Allah pada diri Nabi Isa bersifat fundamental
dan permanen. Sedangkan khulul Allah pada diri al-Hallaj bersifat
sementara; melibatkan emosi dan spiritual; tidak fundamental dan permanen.
Al-Hallaj tidak menjadi Tuhan dan
tidak menyatakan Tuhan, kecuali ucapan yang tidak disadarinya (syathahât).
Al-Hallaj tidak kehilangan nilai kemanusiannya. Ia hanya tidak menyadarinya
selama syathahât. Adapun tazkiyat al-nafs adalah langkah untuk
membersihkan jiwa melalui tahapan maqâmât hingga merasakan kedekatan
dengan Allah dan mengalami al-fanâ’ 'an al-nafs. Out
put dari tazkiyat al-nafs adalahlâhût manusia menjadi
bening, sehingga bisa menerima khulûl dari nâsût Allah.
Pada tahun 301 H/913 M al-Hallaj
masuk penjara Baghdad selama 8 tahun karena dituduh terlibat makar dan nodai
kesucian agama. Setidaknya ada empat tindakan subversif yang dituduhkan
kepadanya. Pertama, ia dituduh memiliki hubungan politik dengan kaum
Qarâmithah, gerakan bawah tanah yang hendak menggulingkan pemerintah
Abbasiyyah. Kedua, keyakinan al-Hallaj yang mengaku dirinya Tuhan, ketika
mengalami syathahât. Ketiga, keyakinan al-Hallaj bahwa ibadah haji
bukanlah kewajiban agama yang penting. Dan keempat, keyakinan al-Hallaj
tentang wahdat al-adyân (kesatuan agama). Amnesti untuk al-Hallaj
tidak terlaksana karena sikap Perdana Menteri yang menghalanginya. Kasus
al-Hallaj diputuskan di Mahkamah Syari’ah dengan vonis hukuman mati dan
dieksekusi dengan disalib pada tiang gantungan tahun 309 H/922 M. Saya
memandang hukum mati yang diberlakukan kepada al-Hallaj lebih karena faktor
politik karena sejarah peradaban Islam sangat didominasi oleh politik.
B.
Konsep al-Hulul dalam teorinya Mansur al-Hallaj
1.
Sketsa
Biografi dan Bangunan Pemikiran Keagamaan Mansur al- Hallaj.
Manshur al-Hallaj lahir di Persia
(Iran) pada tahun 224 H/858 M. Nama lengkapnya adalah Abu al-Mughist al-Husain
ibn Mansur ibn Mahma al-Baidlawi al-Hallaj. Ayahnya bekerja sebagai pemital
kapas. Kakeknya yang bernama Mahma adalah seorang Majusi.[1]
Ketika masih kecil, ayahnya pindah ke Tustar, kota kecil dikawasan
Wasith, dekat Baghdad.
Masa kecilnya banyak dihabiskan
untuk belajar ilmu keagamaan. Sejak kecil, al-Hallaj mulai belajar membaca
al-Qur’an, sehingga berhasil menjadi penghafal al-Qur’an (hafidz). Pemahaman
tasawuf pertama kali ia kenal dan pelajari dari seorang sufi yang bernama Sahl
al-Tustari.[2] Karena
pengembaraannya yang intens, maka ia dikenal sebagai seorang sufi yang
berkelana ke berbagai daerah. Berkelananya ke berbagai daerah, mengantarkan ia
dapat berkelana, bertmu, berteman dan bahkan berguru kepada para sufi kenamaan
pada masa itu.
Menginjak usia 20 tahun, al-Hallaj
meninggalkan Tustar menuju kota Basra dan berguru kepada Amr Makki. Untuk
memperdalam keilmuannya, seterusnya pindah ke kota Bagdad untuk menemui sekaligus
berguru kepada tokoh sufi modern yang termasyhur, yaitu al-Junaid al-Baghdadi.
Ia digelari al-Hallaj karena penghidupannya yang dia peroleh dari memintal wol.[3] Dalam
sumber lain dijelaskan, bahwa disebut al- Hallaj karena dapat membaca
pikiran-pikiran manusia yang rahasia, maka terkenal dengan Hallaj al-Asror,
penenun ilmu ghaib.[4]
Selanjutnya, al-Hallaj muda pergi ke kota Makkah. Di kota suci ini, ia menetap
selama kurang lebih satu tahun. Selama di kota suci ini ia tinggal dan bermukim
di pelataran Masjid al-Haram sambil melakukan praktek kesufiannya. Pada situasi
dan kondisi seperti inilah, ia mengalam dan merasakan sebuah pengalaman
spiritual yang tiada tara bandingannya. Dalam sebuah pengakuannya, ia telah
mengalami pengalaman mistik yang luar biasa, yang pada wacana berikutnya
kemudian terkenal dengan istilah khulul.
Pada ujung proses merasakan dan
mengalami pengalaman spiritual yang luar bisa tersebut, al-Hallaj memutuskan
untuk kembali ke kota Baghdad dan menetap di kota ini sambil terus menyebarkan
ajaran tasawufnya. Namun demikian, keadaan menentukan lain dan memaksanya
menjadi rakyat yang tertindas dari kekejaman penguasa saat itu. Pada tanggal 18
Dzulkaidah 309 H / 922 M ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh pengusa
Dinasti Abbasiyah (Khalifah Al-Muktadir Billah). Motive dan latar belakang
penangkapan dan vonis hukuman mati ini adalah bermuara dari tuduhan membawa
pahamhulul yang dianggap menyesatkan ummat. Sisi lain, al-Hallaj juga dituduh
mempunyai hubungan dengan Syiah Qaramitah.[5]
2.
Konsep
al-Hullul Mansur al-Hallaj
Konsep yang diusung oleh Mansur
Al-Hallaj dalam praktek pengalaman tasawufnya sebenarnya berpijak dari
kedekatannya dengan Tuhan. Kedekatan berikut dengan segala atribut nuansa
spiritualnya bertumpu pada konsep teologi yang masih dalam koridor
spiritualitas Islam (Islamic Spirituality). Spiritualitas Islam yang senantiasa
identik dengan upaya menyaksikan Yang Satu, mengungkap Yang Satu, dan mengenali
Yang Satu, Tuhan dalam kemutlakan Realitas-Nya yang melampaui segala manifestasi
dan determinasi, Sang Tunggal yang ditegaskan dalam al-Qur’an dengan nama
Allah.[6]
Ajaran tasawuf Al-Hallaj yang
terkenal adalah konsephulul. Tuhan dipahami mengambil tempat dalam tubuh
manusia tertentu setelah manusia tersebut betul-betul berhasil melenyapkan
sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuhnya.
Menurut Al-Hallaj bahwa Tuhan
mempunyai dua sifat dasar, yaitu al-lahut (sifat ketuhanan) dan al-nasut (sifat
kemanusiaan).[7]
Demikian juga manusia juga memiliki
dua sifat dasar yang sama. Oleh karena itu, antara Tuhan dan manusia terdapat
kesamaan sifat. Argumentasi pemahaman ini dibangun berdasarkan kandungan makna
dari sebuah hadits yang mengatakan bahwa : “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam
sesuai dengan bentukNya” sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan
Ahamad bin Hambal atau Imam Hambali. Hadits ini memberikan wawasan bahwa di
dalam diri Adam as terdapat bentuk Tuhan yang disebutal- lahut. Sebaliknya di
dalam diri Tuhan terdapat bentuk manusia yang disebutal-nasut.
Berdasarkan pemahaman adanya sifat
antara Tuhan dan manusia tersebut, maka integrasi atau persatuan antara Tuhan
dan manusia sangat mungkin terjadi. Proses bersatunya antara Tuhan dn manusia
dalam pemahaman ini adalah dalam bentukhulul.[8]
Bersatunya antara Tuhan dan manusia
harus melalui proses bersyarat, dimana manakala manusia berkeinginan menyatu
dengan Tuhannya, maka ia harus mampu melenyapkan sifat al-nasutnya. Lenyapnya
sifat al-nasut, maka secara otomatis akan dibarengi dengan munculnya sifat
al-lahut dan dalam keadaan seperti inilah terjadi pengalamanhulul.[9]
Untuk melenyapkan sifat al-nasut,
seorang hamba harus memperbanyak ibadah. Dengan membersihkan diri melalui
ibadah dan berhasil usahanya melenyapkan sifat ini, maka yang tinggal dalam
dirinya hanya sifat al-lahut. Pada saat itulah sifat al-nasut Tuhan turun dan
masuk ke dalam tubuh seorang Sufi, sehingga terjadilah hulul, dan peristiwa ini
terjadi hanya sesaat.
Pernyataan al-Hallaj bahwa dirinya
tetap ada, yang terjadi adalah bersatunya sifat Tuhan di dalam dirinya,
sebagaimana ungkapan syairnya :
“Maha
suci zat yang sifat kemanusiaan-Nya membukakan rahasia
ketuhanan-Nya
yang gemilang. Kemudian kelihatan bagi makhluknya
dengan
nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum”.
Dalam syair di atas tampak Tuhan mempunyai
dua sifat dasar ke- Tuhanan, yaitu “Lahut” dan “Nasut”. Dua istilah ini oleh
al-Hallaj diambil dari falsafah Kristen yang mengatakan bahwa Nasut Allah
mengandung tabiat kemanusiaan di dalamnya. Dalam konsep hulul al-Hallaj dimana
Tuhan dengan sifat ketuhanan menyatu dalam dirinya, berbaur sifat Tuhan itu
dengan sifat kemanusiaan.
Penyatuan antara roh Tuhan dengan
roh manusia dilukiskan oleh al-Hallaj di dalam syairnya sebagai berikut :
“JiwaMu
disatukan dengan jiwaku, sebagaimana anggur dicampur dengan air suci. Dan
jika ada sesuatu yang menyentuh Engkau, ia menyentuh aku pula dan ketika itu
dalam setiap keadaaan Engkau adalah aku”.[10]
Bahkan didalam syairnya yang lain,
al-Hallaj melukiskan dengan sangat jelas bahwa :
“Aku
adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucinta adalah aku.
Kami
adalah dua roh yang bersatu dalam satu tubuh. Jika engkau lihat
aku,
engkau lihat Dia, dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat kami”.[11]
Tatkala peristiwa hulul sedang
berlangsung, keluarlah syatahat (kata-kata aneh) dari lidah al-Hallaj yang
berbunyi Ana al-Haqq (Aku adalah Yang Maha Benar). Kataal-Haq dalam istilah
tasawuf, berarti Tuhan. Sebagian masyarakat saat itu menganggap al-Hallaj telah
kafir, karena ia mengaku dirinya sebagai Tuhan. Padahal yang sebenarnya, dengan
segala kearifan dan kerendahan hati spiritualnya, al-Hallaj tidak mengaku
demikian. Perspektif ini dibangun berdasarkan ungkapan syairnya yang lain
dengan mengatakan bahwa :
“Aku
adalah Rahasia Yang Maha Benar, dan bukanlah Yang Maha Benar itu aku, aku
hanya satu dari yang benar, dibedakanlah antara kami atau aku dan Dia Yang Maha
Benar”.
Dalam pengertian lain dapat
diungkapkan bahwa syatahat yang keluar dari mulut al-Hallaj tidak lain adalah
ucapan Tuhan melalui lidahnya.[12]
Dengan ungkapan ini, semakin tidak
mungkin untuk memahami bahwa maksud al-Hallaj dengan hululnya dalam berbagai
syairnya adalah dirinya al-Haq. Jadi karena sangat cintanya kepada Allah
menjadikan tidak ada pemisah antara dirinya dengan kehendak Allah, seolah-olah
dirinya dan Tuhan adalah satu. Sebagaimana diungkapkan dalam syairnya :
“Aku adalah Dia yang kucintai dan
Dia yang kucintai adalah aku”
Seandainya apa yang dikemukakan oleh
Harun Nasution, tentang tafsiran al-Hallaj mengenai perintah Tuhan agar sujud
kepada Adam (QS. 2 : 34) adalah pendapat yang sebenarnya yang dimaksud oleh
al-Hallaj, tentu ini pandangan yang sesat. Karena apabila masuk ke jiwa
seseorang misalnya Isa, maka jadilah Tuhan semisal Isa, ini bertentangan dengan
firman Allah “Laisa kamitslihi syaiun”. Apabila dengan masuknya Tuhan ke dalam
diri manusia tidak dengan tidak mengurangi keberadaan Tuhan, maka berarti ada
dua Tuhan atau sekurang-kurangnya belahan Tuhan yang dapat dinamakan dengan
anak Tuhan sebagaimana yang disebut penganut Kristen sekarang, tentu ini sangat
bertentangan dengan Al-Qur’an Surat Al-Ikhlash.
Namun pendapat al-Hallaj bahwa dalam
diri manusia terdapat sifat ketuhanan itu akan masuk ke dalam diri manusia
dengan jalan fana’ yaitu dengan menghilangkan sifat kemanusiaan, hal ini dapat diterima.
Sebagaimana menurut al-Hallaj ia bukanlah Yang Maha Benar, tetapi hanyalah satu
dari yang benar. Jadi menurutnya, ia bukan Tuhan. Oleh karena itu yang lebih
tepat dalam manafsirkan atau memahami ajaran al- Hallaj adalah bahwa
menurutnya, Tuhan mengisi diri manusia-manusia tertentu dengan sifat ketuhanan,
maka jadilah manusia itu satu dari yang benar, dialah manusia yang memiliki /
dikaruniai sifat Tuhan
C.
Al-Hulul
Dalam Tasawuf
1.
Sejarah
Al-Khulul
Doktrin al-Hulul adalah salah satu
tipe dari aliran tasawuf falsafi dan merupakan perkembangan lanjut dari paham
al-Ittihad. Konsepsi al-Hulul pertama kali ditampilkan oleh Husein Ibn Masur
al-Hallaj yang meninggal karena dihukum mati di Baghdad pada tahun 308 H,
karena paham yang ia sebarkan itu dipandang sesat oleh penguasa pada masa itu.
2.
Pengertian
Al-Khulul
Pengertian al-khulul secara singkat
ialah Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang
telah dapat membersihkan dirinya dari sifat-sifat kemausiaannya melalui fana
dan ekstase.
Menurut Al-Hamdany (Sanggahan
Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi. 1969, Hal : 19) menyebutkan bahwa, hulul
merupakan kepercayaan manusia bahwa Allahbersemayam ditubuh salah seorang
yang kiranya bersedia untuk ditempati, karena kemurnian jiwanya dan kesulitan
ruhnya. Di antara orang-orang yang menganut aqidah dan kepercayaan itu ialah
al-Hallaj yang telah dihalalkan darahnya oleh para alim ulama hingga ia
terbunuh.
3.
Konsep
Ajaran Al-Khulul
Menurut al-Hallaj manusia mempunyai
sifat dasar yang ganda, yaitu sifat ketuhannan atau lahut dan sifat kemanusiaan
atau nasut. Demikian juga halnya tuhan memiliki sifat ganda, yaitu sifat-sifat
Ilahiyat dan lahut dan sifat Insaniyah atau nasut. Apabila seseorang telah
dapat menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya dan mengembangkan sifat-sifat
Ilahiyatnya melalui fana, maka Tuhan akan mengambil tempat dalam dirinya dan
terjadilah kesatuan manusia dengan Tuhan dan inilah yang dimaksud
dengan hulul.
Teori lahut dan nasut ini, berangkat
dari pemahamannya tentang proses kejadian manusia. Al-Hallaj berpendapat bahwa
Adam sebagai manusia pertama diciptakan Tuhan sebagai copy dari diri-Nya –
shurah minn nafsih – dengan segenap sifat dan kebesarannya, sebagaimana ia
ungkapkan dalam syairnya.
“Maha suci dzat yang menampakkan nasut-nya, Seiring cemerlang
bersama lahut-Nya, Demikian padu makhluk-Nya pun terlihat nyata, Seperti
manusia yang makan dan minum layaknya”.
Konsepsi lahut dan nasut ini
didasarkan al-Hallaj pada firman Allah dalam Surah al-Baqarah 34, menurut
pemahamannya, adanya perintah Allah agar malaikat sujud kepada Adam itu adalah
karena Allah telah menjelma dalam diri Adam sehingga ia harus disembah
sebagaimana meyembah Allah. Bagaimana gambaran hulul itu dapat dipahami dari
ungkapan al-Hallaj berikut ini:
Berbaur sudah sukma-Mu dalam rohku jadi satu,
Bagai anggur dan air bening berpadu,
Bila engkau tersentuh, tertusuk pula aku,
Karena ketika itu, Kau dalam segala hal adalah aku.
Aku yang kurindu, danyang kurindu Aku jua,
Kami dua jiwa padu jadi satu raga,
Bila kau lihat aku, tampak jua Dia dalam pandanganmu,
Jika kau lihat Dia, kami dalam penglihatanmu tampak nyata.
Dari ungkapan di atas, terlihat
bahwa wujud manusia tetap ada dan sama sekali tidak hancur atau sirna. Dengan
demikian, nampaknya paham hulul ini bersifat figuratif, bukan riel karena
berlangsung dalam kesadaran psikis dalam kondisi fana dalam iradat Allah.
Manusia diciptakan Tuhan sesuai dengan citra-Nya, maka makna perpaduan itu
adalah munculnya citra Tuhan ke dalam citraNya yang ada dalam diri manusia, bukan
hubungan manusia dengan Tuhan secara riel. Oleh karena itu, ucapan ana
al-haqq yang meluncur dari lidah al-Halaj, bukanlah ia maksudkan sebagai
pernyataan bahwa dirinya adalah Tuhan. Sebab, yang mengucapkan kalimat itu pada
hakikatnya adalah Tuhan juga tetapi melalui lidah al-Hallaj. Interpretasi ini
sesuai pula dengan pernyataan al-Hallaj dalam syair berikut:
“Aku adalah rahasia Yang Maha Benar, aku bukanlah Yang Maha Benar”.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Khulul secara
etimologis berasal dari kata hall-yahull-hulûl berarti berhenti atau
diam, Menurut Abû Manshûr al-Hallaj dalam tasawuf filosofis menyatakan
bahwa hulûl adalah pengalaman spiritual seorang sufi sehingga ia
dekat dengan Allah, lalu Allah memilih kemudian menempati dan menjelma padanya,
Konsep yang diusung oleh Mansur al-Hallaj dalam praktek pengalaman tasawufnya
sebenarnya berpijak dari kedekatannya dengan Tuhan. Kedekatan berikut dengan
segala atribut nuansa spiritualnya bertumpu pada konsep teologi yang masih
dalam koridor spiritualitas Islam (Islamic Spirituality), Menurut al-Hallaj
manusia mempunyai sifat dasar yang ganda, yaitu sifat ketuhannan atau lahut dan
sifat kemanusiaan atau nasut. Demikian juga halnya tuhan memiliki sifat ganda,
yaitu sifat-sifat Ilahiyat dan lahut dan sifat Insaniyah atau nasut.
DAFTAR
PUSTAKA
Azra Azyumardi, et. Al., Ensiklopedia Islam, Jakarta, PT
Ichtiar Baru van Hoeve, Cetakan X, 2002.
al-Syaiby Musthafa, Syarah al-Diwan li al-Hallaj
(Beirut : Maktabah An- Nahdhoh, 1974)
Hadi M. Abd. W., dalam pengantar Saleh Abdul Sabur, Tragedi al-Hallaj,
Pustaka, Bandung, 1976, viii.
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam (Jakarta,
Raja Grafindo, 1997).
Joebar Ajoeb, dalam pengantar Ibrahim Gazur I-Ilahi, The Secret
of Ana L-Haqq, (Jakarta : Rajawali, 1986
Siregar Rivay. 2000. Tasawuf : Dari Sufisme Klasik
ke Neo-Sufieme. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Said bin Abdullah Al-Hamdany. 1969. Sanggahan Terhadap
Tasawuf dan Ahli Sufi. Bandung : Pelit
“K H U L U L”
MAKALAH
Disampaikan
dalam Forum Seminar Kelas
Pada
Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam
Dosen Pengampu :
Prof. DR. H. ASMARAN, M.Ag.
Disusun Oleh :
Nama
MUJAHIDIN
|
NIM
: 120212 1010:
|
PASCA SARJANA IAIN ANTASARI BANJARMASIN
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
BANJARMASIN
|
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.
Wr. Wb
Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
curahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelasaikan
tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada penulis untuk menghadirkan
sebuah makalah dengan judul “KHULUL.
Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan keharibaan junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat dan para pengikut
beliau sampai akhir zaman.
Makalah yang penulis sajikan sedapat mungkin penulis hadirkan dalam
bentuk yang mudah dimengerti. Namun demikian, penulis menyadari adanya
kekurangan dan keterbatasan penyampaian materi di dalam makalah penulis.
Karenanya penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak terutama dari ibu
Prof. DR. H. ASMARAN, M.Ag. selaku dosen pembimbing mata kuliah SEJARAH
PEMIKIRAN ISLAM, demi kesempurnaan isi dari makalah penulis dan menjadi
pelajaran dikemudian hari.
Banjarmasin, Januari 2013
Penulis
i
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................... ………........................................... ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. 1
A.
Latar
Belakang ………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN …………………………………….………. 2
A.
Pengertian
Khulul ……………….………………………… 2
B.
Konsep
al-Khulul dalam teriorinya Mansur Al-Halajj …… 3
C.
Al-Khulul
dalam Tasawuf ……………………………….. 9
BAB III PENUTUP ........................................................................ 12
Kesimpulan …………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTKA ................................................................................................. 13
ii
|
[1]
Kamil Musthafa
al-Syaiby, Syarah al-Diwan li al-Hallaj (Beirut : Maktabah
An-Nahdhoh, 1974), h.19
[2] Azyumardi Azra, et. Al., Ensiklopedia
Islam, Jakarta, PT Ichtiar Baru van Hoeve, Cetakan X, 2002, hal. 74.
[3] M. Abd. Hadi W., dalam pengantar Saleh Abdul
Sabur, Tragedi al-Hallaj, Pustaka, Bandung, 1976, viii.
[4] Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam
Islam (Jakarta, Raja Grafindo, 1997)
[5] Syiah Qaramitah adalah sebuah kelompok Syiah
beraliran garis keras yang dipimpin
[6] Sulaiman Al-Kumayi, Kearifan Spiritual
dari Hamka ke Aa Gym, Semarang, Pustaka Nuun, 2004, hal. 4
[7] Azyumardi Azra, ibid.
[8] Ibid.
[9] M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999, hal. 57
[10] Ajoeb
Joebar, dalam pengantar Ibrahim Gazur I-Ilahi, The Secret of Ana L-Haqq,(Jakarta
: Rajawali, 1986), h. 21
[11] Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam
Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1973), h.90.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar